Rabu, 27 Oktober 2010

IBU

Aku tersadar kembali betapa penting arti seorang ibu dalam setiap kehidupan manusia bagaimanapun kondisinya.Suatu program pencarian bakat di televisi tengah membahas tentang betapa penting arti seorang ibu.Dengan mendengarkan lagu dari iwan fals – ibu aku jadi sadar dan semakin menguatkan hatiku,mempertahankan sesuatu yang tengah aku perjuangkan untuk ibu.Terlebih lagi memang sudah menjadi sebuah keharusan bagiku untuk membanggakan ibuku yang telah bersusah payah menghidupiku dengan segala keringat yang telah ia teteskan untuk sekedar memberiku dan adikku sesuap nasi.
            Aku sangat bangga dengan ibuku meski dalam keadaan sesulit apapun itu.Aku bangga dengan perjuangannya untuk bertanggung jawab atas aku dan adikku.Aku telah tulis besar-besar di dinding kamarku,beberapa pesan agar aku selalu ingat apa yang sedang aku perjuangkan saat ini.Aku bukan mengejar harta yang berlimpah atau kekayaan yang tiada habisnya.Aku hanya mengejar kebahagiaan yang ingin aku beri kepada ibuku,setidaknya aku bisa memberi kebanggaan kepada beliau,agar segala usaha beliau untuk membesarkanku,bersusah payah membiayai sekolahku hingga saat ini tidak akan pernah sia-sia.Di mataku,ibu telah bekerja keras selama beberapa tahun,menjadi seorang ibu juara satu yang tiada duanya bagiku.Tapi justru aku merasa hingga saat ini,semua jerih payahnya belum bisa ia nikmati dengan baik.Bahkan menurutku ibu sama sekali tak pernah menggunakan waktu luangnya untuk sekedar beristirahat,menikmati semua hasil kerjanya.Aku tahu dan ibu juga pernah bilang padaku bahwa semua manusia juga pasti punya masalah.Saat ibu tengah dilanda beberapa masalah,ibu tetap berusaha selalu tersenyum di depan kami.Karena aku tahu dia hanya akan menangis dan mengadu semua keluh kesahnya pada Tuhan.Dia berkata bahwa tugas kami sekrarang hanyalah belajar dan berusaha menggapai cita-cita kami.Tak usahlah peduli akan rentetan masalah yang tengah dihadapi ibu seorang diri.Seolah tak ada satupun yang peduli padanya tapi beliau selalu tetap berusaha tegar,menjadi wanita yang kuat,selalu taat berdoa kepada tuhan hingga tetes air mata pun sudah menjadi hal biasa.Aku ingin sekali melihatnya tersenyum bangga atas segala usaha untuk membesarkanku dan aku ingin sekali memberi kebahagiaan yang sesungguhnya untuk beliau.

Tentang rambut dan sebagainya



            “Apa aku perlu memotong rambutku?”,pertanyaan itu seringkali hadir dan singgah sejenak dalam pikiranku dan biasanya melanda di malam hariku.Beberapa orang disekitarku selalu menaruh komentar terhadap rambutku yang sekarang sudah hampir sebahu.Setidaknya rambut ini membuatku sedikit seperti wanita jika dilihat dari belakang,dan sudah menimbulkan banyak persepsi padahal aku sudah merapikannya beberapa kali namun tetap tak bisa terlihat rapi.Memang menjadi laki-laki berambut gondrong kadang juga serba salah.Tapi untungnya aku sekarang tidak berada di jaman pemerintahan Alm.Soeharto yang pernah aku baca dibuku
Waktu itu seluruh masyarakat Indonesia dilarang berambut gondrong bahkan seluruh Indonesia,terutama ibukota menjadi seakan-akan memusuhi orang-orang berambut gondrong.Mereka yang berambut gondrong selalu dikaitkan dengan tindak kriminal yang terjadi,alhasil banyak dari pemuda kala itu terpaksa merapikan rambut mereka dengan terpaksa untuk menghindari “Razia Rambut” yang kala itu diadakan oleh satuan khusus yang dibentuk oleh pemerintah yang anti dengan rambut gondrong.Aku tak bisa bayangkan jika aku hidup di masa jeruji itu.Masyarakat berambut gondrong sudah terlanjur dicap jelek oleh masyarakat karena tidak mencerminkan kepribadian bangsa dan hal itu sedikitnya masih terbawa sampai sekarang.Kenapa orang-orang suka dengan mereka yang berdandan rapi dan kadang sampai seperti sekelompok laki-laki penyuka dandan berambut pendek dan klimis?.Menurutku sebagai laki-laki gondrong,toh tidak ada salahnya berambut panjang.Manusia juga mempunyai hak asasi sejak lahir,hanya saja aku mulai menerapkan hak asasi rambut gondrong ketika awal menjadi mahasiswa karena memang situasinya memungkinkan.Pandangan masyarakat atas rambut gondrong dan rambut rapi kadang juga sangat berbeda.Mereka yang berambut rapi dan berdandan wangi selalu di-identikkan dengan pengusaha-pengusaha sukses dan bermasa depan cerah indah dan wah.Sedangkan bagi mereka yang berambut panjang,gondrong selalu di-identikkan dengan seniman-seniman yang terlalu sibuk berfikir hingga tak punya waktu untuk sekedar memikirkan rambutnya dan kadang juga berambut gondrong dinilai sebagai orang yang tak tahu aturan dan digambarkan seperti para gelandangan kumuh yang tidak terawat.Dari situ timbul pertanyaan dalam benakku,apakah orang gondrong juga tidak bisa menjadi orang sukses dan bermasa depan cerah indah dan wah?Apakah orang yang selalu rapi tidak bisa menjadi seorang seniman?
            Tidak ada yang salah antara mereka yang berambut gondrong dan rapi,mungkin hanya berbeda dalam hal prinsip hidup,aku sendiri berprinsip bahwa penampilan memang penting untuk memberi first impression pada orang lain akan tetapi aku lebih nyaman dengan diriku saat ini.Aku memang gondrong dan sedikit acak-acakan tapi setidaknya aku tidak pernah merugikan orang lain dengan keadaanku sekarang.Aku tak begitu peduli pada first impression atau apalah namanya,bagiku ini hanya tentang bagaimana menjadi diri kita sendiri seutuhnya.Aku tak pernah begitu memikirkan first impression,bagiku yang terpenting adalah bagaimana kita selalu berusaha menghargai orang lain dengan segala kemampuan dan keterbatasan kita.
            Menjadi diri sendiri itu bukan hal yang mudah apalagi berpegang teguh pada sebuah prinsip hidup.Toh suatu saat rambut gondrong akan menjadi rapi dan rambut rapi jelas saja akan menjadi gondrong.Jadi,tumbuhkan rambutmu seperti kau menumbuhkan semangatmu,rapikanlah rambutmu seperti kau merapikan jalan hidupmu.Hargailah sesamamu seperti kau menghargai dirimu sendiri.

Kamis, 21 Oktober 2010

Pepatah Tua


Ada sebuah pepatah yang entah dari mana kata-kata itu berasal,money isn’t everything but everything needs money.Kadang ungkapan ini ada benarnya juga jika aku diam,menyempatkan waktu untuk berpikir lebih luas dan kemudian melihat seorang bapak tua yang tiap pagi menarik gerobak sampah lewat di depan rumah.Ketika aku diam,aku bisa membiarkan pikiranku bebas menjelajah kemanapun dan kadang sampai ingin merasakan perasaan orang lain,atau mungkin mencoba menjadi orang lain lewat penjelajahan pikiran.Ketika aku mencoba menjadi bapak tua itu,aku menemukan suatu bukti bahwa aku butuh uang yang kuhasilkan dari hasil menarik gerobak sampah setiap pagi ini,yang hasilnya tidak seberapa banyak untuk aku bagi dengan anak dan istriku dirumah.Setidaknya akulah kepala keluarga,akulah seorang laki-laki yang harus bertanggung jawab kepada keluarga,tak peduli aku makin tua dan renta,tak peduli bau busuk menyengat yang menjadi sarapanku tiap pagi.Aku tak begitu membutuhkan uang yang melimpah yang bisa aku gunakan untuk berfoya-foya bersama anak dan istriku,bisa aku gunakan untuk membeli baju yang bagus dan menghadiahkan istriku sebuah gelang dari emas atau membelikan anakku sebuah handphone canggih.Bukan,bukan itu yang sebenarnya aku ingin sekarang,di masa hidupku yang mungkin sudah tidak lama lagi.Aku hanya butuh dan akan sangat senang sekali jika aku bisa mendapat uang dari jerih payahku menarik gerobak sampah ini,meski hanya beberapa ribu rupiah hasil yang aku dapat tiap bulannya,tapi setidaknya itu cukup untuk memberi makan untuk istri dan anakku dirumah.Setidaknya aku juga takkan khawatir mereka akan kelaparan dan sakit-sakitan.Dan yang lebih penting lagi,aku berusaha menjadi seorang ayah yang baik dengan caraku sendiri dan juga dengan kesempatan yang diberi oleh tuhan padaku.Memang kadang keinginan untuk menjadi seseorang berlimpah akan uang itu ada,tapi pun aku juga cepat menyadarkan diri.Aku sadar akan kebutuhanku di masa tua ini,bukan uang dan segala dunia yang aku butuh,aku hanya perlu mensyukuri apa yang telah aku hasilkan sampai saat ini,menikmati kebahagiaan menurut caraku sendiri bersama anak dan istriku,mendidik anakku yang kelak akan aku tinggalkan agar bisa menjadi seorang laki-laki yang juga bertanggung jawab akan sekitarnya.Uang memang bukanlah segala-galanya bagiku,anak dan istriku itulah yang berarti segalanya bagiku,harta yang takkan terganti oleh apapun.Tapi aku juga tak bisa memungkiri bahwa segalanya butuh uang,makanan kami bertiga pun juga dibeli dari uang tapi setidaknya aku juga tidak perlu segalanya yang ada di dunia untuk menjadi bahagia,cukup aku istriku dan anakku serta hidup kami yang sederhana tapi bahagia.Semoga tuhan mendengar doa kami