Tentang sebuah jeda
Jeda, sesuatu yang timbul dengan sendirinya tanpa kita sengaja memicu atau melahirkannya. Ketika kita sudah jauh melangkah dari angka satu dan akhirnya sampai ke angka lima atau bahkan sepuluh, dan baris angka yang tidak tersebut itulah yang bisa kita sebut sebagai jeda. Jeda bukanlah suatu hal yang berjalan terlalu cepat, tak juga terlalu singkat. Melangkah dari satu titik ke titik lainnya, merupakan sebuah proses dan kita (yang terdiri dari raga dan ruh ini) melaluinya, kita semua tanpa terkecuali.
Proses, seperti halnya baris-baris huruf, kata dan kalimat yang diproses menjadi sebuah atau beberapa paragraf. Waktu dan segala jengah hangus didalamnya, juga segala suka maupun duka. Kita semua berproses.
Aku, jeda dan proses. Aku lebih tepat menyebutku sebagai saya, agar tidak terlihat terlalu angkuh. Saya, jeda dan proses. Ketiga hal tersebut terjadi dan saling melengkapi satu sama lainnya. Tak nampak ganjil ataupun janggal, karena saya berusaha senormal mungkin saat ini layaknya manusia.
Saya buat singkat saja. Sudah hampir lima bulan sejak tulisan terakhir saya di blog, di sebuah jagat dunia maya. Berbicara tentang dunia maya, saya mulai sedikit menguranginya dengan sebuah alasan yang masuk akal (menurut saya pribadi). Terlebih dulu, ijinkan saya berpendapat soal tulisan dan juga blog ini. Saya suka kebebasan meskipun sebenarnya kebebasan itu adalah sebuah beban. Saya tidak sepenuhnya menggunakan nafsu ketika merasakan bagaimana menjadi manusia bebas itu akan tetapi tetap mencoba menciptakan sebuah keharmonisan antara pikiran, akal, kesadaran sebagai manusia. Jadi semua terpilah sama rata, tidak ada yang timpang atau tak seimbang. Saya menulis juga bukan karena tuntutan, juga bukan atas dasar pekerjaan bahkan paksaan dari orang lain. Saya hanya laki-laki yang masih belum tahu apa ada cara lain untuk memberdayakan diri selain dengan menulis, manusiawi sekali bukan?.
Tentang dunia maya, saya memang sedang menguranginya dalam beberapa porsi tertentu. Segala jejaring sosial tidak lagi saya ikuti, hibernasi entah sampai kapan saya belum merencanakan untuk kembali berhingar bingar dengannya. Alasannya cukup sederhana, karena menurut saya sudah terlalu banyak celah-celah kehidupan yang terusik, yang bahkan kadang dengan sengaja kita membuka ruang diri lebar-lebar tanpa sadar bahwa positif akan selalu diikuti dengan negatif. Terlepas dari hal tersebut, saya lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan membaca. Seorang dosen pernah berkata pada saya ketika kelas sedang berlangsung, beliau berkata bahwa sangat normal sekali jika anak muda seperti kalian (saya dan teman-teman saya) keranjingan (ekspresi dari bahasa jawa yang berarti ketagihan) membaca buku. Saya sependapat dengan beliau, beberapa teman lain juga seperti itu.
Terkadang kita harus dihadapakan pada beberapa pilihan yang sulit untuk dipilih, segala sesuatu juga pasti mempunyai resiko. Jeda ini membuat saya paham bahwa apa yang baik untuk hidup saya, saya sendiri yang menentukan. Menjadi sedikit berbeda tak akan mengurangi nilai saya sebagai manusia di hadapan Tuhan. Proses yang tengah saya jalani ini sedikit banyak sudah memberi beberapa hal luar biasa dalam hidup, belajar sejarah, belajar agama, belajar pemikiran, belajar budaya, dan segala proses belajar yang saya lakukan masih akan terus berlanjut hingga nanti dicabutnya nafas dari raga, meninggalkan fana menuju kekal. Segala tulisan ini akhirnya juga hanya akan jadi penghias dan bukti bahwa saya pernah berada dalam satu titik yang sungguh luar biasa. Selamat membaca.
AV