Tentang sebuah wajah
Saya sedang menunggu seorang bapak tukang sepatu yang sedang membetulkan keadaan sepatu saya yang compang-camping di depan rumah. Saya berada di kamar, di depan laptop yang menyala sepuluh menit yang lalu. Sebelum itu saya duduk di teras, berhadapan dengan bapak tua yang fokus dengan pekerjaannya. Muncul saja tiba-tiba ide untuk membuat tulisan tentang beliau. Tentang sebuah wajah dengan cerita kehidupannya.
Saya jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, tentang satu sosok lelaki di depan rumah saya itu. Apakah dia punya anak, istri? Berapa penghasilan yang bisa dia bawa kerumah? Bagaimana kalau dia tidak membawa uang ketika nanti pulang? Dan berbagai pertanyaan lain yang beredar seliar-liarnya di kepala.
Wajahnya tua, tetap saja terserang matahari meski mengenakan topi caping itu. Ketika pertama kali Ibu memanggilnya, satu senyum terpancar dari wajah itu. Wajah yang masih bisa selalu tersenyum meski bisa saja nanti ketika pulang dia hanya membawa uang yang tidak seberapa. Dengan sepeda tua dia mencari nafkah untuk keluarga yang sedang menunggunya dirumah. Kotak kayu dari bahan triplek menjadi teman perjalanannya dimanapun dia berjalan berputar, entah hujan atau panas datang. Dia tetap mengayuh pelan sepedanya, dengan teriakan khasnya “Sol sepatu”. Beberapa jahit dan ketukan palu sudah sangat berarti bagi hidupnya, karena baginya itu adalah satu harapan yang tercipta baginya hari ini. Entah, apa mungkin besok atau lusa alat-alat yang ia bawa masih akan terasah dalam bidangnya, atau malah hanya diam.
Lima belas menit menunggu, ternyata beliau sudah selesai menyelesaikan pekerjaannya.
Semoga sepeda itu masih bisa membawanya berkeliling, menjual jasa perbaikan sepatu dengan kotak kayu yang tidak terburu menjadi rapuh karena hujan dan matahari. Semoga senyumnya masih terkembang dan ayun kakinya masih kuat untuk memaknai kehidupan.
Samedi, 23 Avril 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar