Aku telah siap untuk berangkat lagi menuju petualangan yang lebih baru dari sekarang.Setelah sebelumnya aku hanya bisa menerka bagaimana wujud gunung bromo,bagaimana rasanya melihat sunrise dari penanjakan,seperti apa kawah ijen,sejauh apa aku harus berjalan untuk mencapai puncak dan bagaimana rasanya rindu dengan rumah,kini aku telah mewujudkannya.Aku tahu bagaimana wujud gunung bromo yang tampak angkuh bersanding dengan gunung semeru,berkuasa atas seluruh lautan pasir yang mengitarinya.Aku bisa merasakan hangat dan dinginnya penanjakan ketika aku menunggu rona merah matahari muncul hingga menjadi sempurna dan siap menerangi jutaan manusia di bumi.Aku juga menjadi tahu ternyata kawah ijen memang sangat indah jika kita beruntung dan tak ada awan yang bersekongkol mempersempit jarak pandang kita atas kawah yang kaya akan belerang itu.Bahkan kita memang harus benar-benar beruntung karena perjalanan sejauh tiga kilometer yang menanjak tak akan menjadi singkat dan mudah,bahkan perjalanan turun gunung bisa menjadi sangat sulit karena licinnya jalan setapak yang biasanya diguyur hujan setiap pagi menjelang.
Berjalan menuju kawah ijen merupakan suatu olahraga penghabisan sepanjang total enam kilometer yang sangat melelahkan.Belum lagi kita bisa merasa tersaingi oleh para pemikul belerang yang setiap harinya berjalan sejauh enam kilometer naik turun dengan membawa beban total belerang seberat dua ratus kilometer.Aku sangat amat malu dengan mereka yang benar-benar menghargai hidup dengan bekerja amat keras seperti itu apalagi ketika aku mengambil nafas dan meneguk air mineral di depan mereka yang semangat berjalan turun menyusuri jalan yang berliku dan licin dengan amat lihainya.Tak ada air mineral ataupun nafas panjang bagi mereka karena mereka diburu dan ditunggu,bukan mereka sebenarnya yang ditunggu tapi lebih tepatnya belerang yang mereka ambil dari kawah-lah yang amat ditunggu untuk diolah lagi di tempat pembakaran belerang yang berdinding rajutan bambu itu.Kawah ijen memang ganas bagiku tapi bagi mereka yang menggantungkan hidup dari tumpukan-tumpukan belerang,hidup pasti lebih ganas.Itulah pekerjaan yang mereka pilih dan mereka tak pernah tampak mengeluh dengan semua keringat yang telah terbuang ataupun luka yang mereka dapat dari pekerjaan hebat mereka.Walaupun terjatuh mereka bisa kembali bangun,mencoba memikul kembali beratnya tumpukan belerang yang akan menjadi sesuap nasi yang akan sangat membahagiakan istri dan anak mereka yang sudah menunggu dirumah.
Aku perhatikan salah seorang pembawa belerang yang sedang menuruni jalan setapak yang masih belum terlalu berliku.Badannya tampak lemah,wajahnya mulai tua,tanpa sepatu ia berjalan,betisnya nampak terluka karena darah segar bercucuran perlahan,sedang punggungnya memerah dan akan terus begitu sampai dia berhenti bekerja mencari belerang.Aku perhatikan langkahnya benar-benar pasti karena mungkin ia sudah hafal benar akan jalur yang setiap hari selama bertahun-tahun ia lalui.Dua keranjang yang ia hubungkan dengan sebatang bambu itu nampak sangat kuat meski kadang berdecit menggores punggungnya sedikit demi sedikit.Aku dapatkan pemandangan yang sangat indah disana,melihat lembah yang berkabut,tumbuhan paku yang menghiasi sepanjang perjalanan dan juga senyum yang masih terdapat dalam diri para pencari belerang tersebut yang selalu mereka tunjukkan ketika berpapasan dengan pengunjung kawah yang selalu tampak kelelahan di sepanjang perjalanan.Mereka memang hebat dan tak akan pernah kalah hebat dengan indahnya kawah ijen tempat mereka menggantungkan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar