Rabu, 30 Maret 2011

Manusia manusia impian

       Manusia adalah satu-satunya ciptaan tuhan yang sungguh sangat spesial diantara makhluk ciptaan lainnya. Spesial adalah suatu tingkatan yang tercipta oleh pemikiran manusia itu sendiri untuk mendapatkan suatu titik yang bernilai tinggi dan berbeda dengan titik-titik lainnya. Titik lainnya adalah seperti halnya sesuatu yang bersifat biasa, bermakna, tak bermakna, tak berarti dan masih banyak ungkapan lainnya. Perbedaan yang sangat mencolok antara manusia dengan hewan misalnya, yang bisa menjadi salah satu data pendukung kenapa “kita” pantas disebut sebagai makhluk spesial karena manusia mempunyai daya pikir yang berkembang dibanding dengan hewan yang hanya dianugerahi insting tanpa ada penyeimbang lainnya. Perbandingan seperti ini hanya merupakan salah satu contoh dari satu sudut pandang saja yang bisa kita lihat dalam realita kehidupan yang tengah kita jalani dengan segala elemen-elemen kehidupan yang sudah ada dan akan hadir dalam rangkaian waktu yang kita sebut kehidupan. 
Pemikiran manusia yang selalu berkembang adalah salah satu pendukung untuk menjadi suatu pertanda bahwa kehidupan masih terus berjalan. Hidup yang bertujuan untuk mencapai suatu titik yang bagi sebagian orang menyebutnya puncak kehidupan namun ada pula yang menganggap kematian sebagai tahap dimana manusia akan mengalami penataan ulang sistem yang berkesinambungan antara roh dan materi seperti halnya jiwa dan raga, atau bisa kita sederhanakan menjadi nyawa yang bersatu lagi dengan wujud nyata pelaku kehidupan namun dengan perantara yang berbeda yang biasa disebut reinkarnasi. Ada yang mengatakan bahwa manusia pertama kali berasal dari Adam dan Hawa (Islam) namun ada juga yang berpendapat bahwa manusia tercipta dari evolusi vertebrata atau kera (Teori evolusi Darwin). Lebih jauh sebelum kemunculan dua hal di atas, beberapa lainnya beranggapan bahwa bumi dan seluruh tata surya, galaksi dan alam semesta ini tercipta karena adanya suatu ledakan besar yang dikenal sebagai Teori Big Bang yang dari situlah muncul suatu partikel mini yang mengandung inti kehidupan dan kemudian menghasilkan tata surya seperti yang sudah kita ketahui sejak dari sekolah dasar. Jika dilihat dari sudut yang lebih tinggi lagi, sesungguhnya hanya terdapat keyakinan akan adanya Allah swt yang terlebih dahulu menciptakan atau menata alam semesta dan menghendakinya menjadi seperti sekarang ini, akan tetapi masih belum ada pemikiran yang membahas sesuatu yang lebih tinggi tentang asal usul kehidupan manusia dan alam semesta karena ada kaitannya dengan kekuasaan tuhan.
Pada akhirnya manusia lah yang akan menentukan bagaimana kondisi pemikiran yang berlaku dalam kehidupan selanjutnya. “Hanya ada satu bidang yang masih mempunyai kesempatan untuk berevolusi lebih lanjut yaitu dalam noosphere; dengan kata lain evolusi menyangkut manusia karena manusia adalah poros dan garis depan evolusi” ( Teilhard de Chardin )
Kesempurnaan yang menjadi tujuan akhir manusia sebenarnya adalah bukan kesempurnaan secara fisik atau secara nyata melainkan kesempurnaan secara batiniah atau kondisi di dalam manusia itu sendiri (pemikiran).
Oleh : Namung Maulidan

Hukum RI-mba

      Seharusnya kita itu berpikir. Berpikir jauh melebihi siapapun. Memikirkan jalan keluar dari segala kemelaratan bangsa, kesengsaraan individu, dan kekacauan yang simpang siur yang enggan beranjak dari tanah air ini. Coba temukan, temukan hitungan yang tepat akan sampai berapa lama penjajahan oleh kaum-kaum atas kepada kaum kelas bawah yang tak lain adalah saudara sebangsanya sendiri. Penjajahan kali ini bukanlah penjajahan yang terbuka, penjajahan yang diketahui oleh dunia-dunia luar sana. Penjajahan yang lebih modern dari sebelumnya, lebih tersusun rapi dan tanpa cacat jika dilihat dari luar. Mereka-mereka it uterus menggerus tak peduli dari dasar atau puncaknya. Seperti rayap yang berbondong-bondong menyerang serat kayu. Hingga tidak lagi menyisakan ruang, memberi tempat pada saudara sebangsa untuk mencicipi angin yang berhembus sepoi di puncak kehidupan. Bahkan dengan tega membiarkan mereka, kaum kelas bawah berputus asa, terlalu pasrah dengan kehidupan. Mereka mulai menggali-gali tanah tempat mereka terhempas dari atas sana. Menggali dengan tangan-tangan kasar mereka, tangan yang sudah terlalu lama mendamba sebungkus roti, semangkuk nasi dan segelas air putih. Tak peduli darah atau nanah mengotori tubuh dan kain lusuh yang mereka pakai. Mereka terus saja menggali berharap menemukan sesuatu untuk mengisi perut kosong mereka. Cacing-cacing tanah atau bahkan tikus got yang sudah menjadi bangkai di kedalamannya. Entah kapan hujan turun untuk pertama kalinya disini. Hujan yang mampu memberi sedikit kesegaran, memberi kehidupan pada sungai-sungai yang mengering, memberi sihir pada tanah gersang dan memberi kehidupan pada jiwa-jiwa yang terlantar, tersingkir di tengah percepatan jaman, tersungkur akibat keegoisan manusia sebayanya.
N.M

Harmoni

  Muncul sebuah pertanyaan di kepalaku pagi ini, tentang arti sebuah kata yang biasa disebut harmoni. Di saat bersamaan ketika aku mendengarkan sebuah karya dari sebuah band bernama PADI dengan lagu yang berjudul sama, harmoni. Ada satu bait yang selalu aku coba untuk memahaminya yaitu, kita terlahir bagai selembar kertas putih. Itulah alasannya aku menulis paragraf ini, dan aku lebih suka menyebutnya sebagai harmoni dalam hidup yang sering aku pertanyakan. 
Aku masih belum tahu benar apa arti dari harmoni itu sendiri akan tetapi aku bisa mengartikannya dengan kata-kata yang aku punyai sendiri tanpa harus ada kewajiban untuk serupa sempurna dengan orang-orang yang terlebih dulu mengartikannya hingga menjadikannya sebuah acuan atau panduan untuk mengartikan harmoni  tersebut. Aku tak pernah khawatir tentang permasalahan itu, malah aku lebih khawatir aku belum bisa menemukan susunan kata yang pas untuk menunjukkan pada orang lain apakah harmoni itu, menurutku. Kenapa menurutku? Dan bukan menurut orang lain? Karena setiap orang memang punya hak untuk berpendapat dan itu tercantum dalam undang-undang dasar. Jadi aku tak pernah merisaukan tentang pandangan egois padaku karena aku hanya menuntut hak tanpa harus menuntut orang lain untuk mengikuti atau sepaham dengan pendapatku.
Kembali pada pengartian harmoni menurutku.
Harmoni adalah sebuah perasaan yang hampir sama pemahamannya dengan kenyamanan namun lebih abstrak dari rasa nyaman itu sendiri. Kenyamanan adalah suatu perasaan yang kita dapatkan dari entah individu lain atau bisa saja dari sekitar kita, sekitar yang luas. Perasaan pas seperti halnya sepasang kaki kita yang akan merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak bisa kita ucapkan dengan kata lain selain nyaman/enak ketika kita berhasil mendapatkan sepasang sepatu yang ukurannya juga pas dengan besar kaki kita. Tanpa ada paksaan dari dalam untuk mengatakan pada diri kita sendiri bahwa kita harus mengingkari kenyamanan itu dengan berkata bahwa sepatu yang kita dapatkan itu terlalu besar atau terlalu kecil. Karena kita telah mendapatkan harmoni yang kita butuhkan (bukan yang kita inginkan) dan segala pemikiran kita tak akan bisa mencoba mengingkarinya untuk menghindarinya, menjauh dari kenyamanan tersebut.
Lantas sebenarnya bagaimana cara mendapatkan keharmonisan itu ?
Manusia terkadang terlalu banyak bertanya sehingga menjadikannya terlalu banyak mengeluh juga. Bagiku bukan merupakan sebuah dosa untuk banyak bertanya akan tetapi kita juga harus bisa membatasi gejolak dalam diri kita ketika diri kita merasa belum puas dengan segala hal yang ada di sekitar kita, jika tidak gejolak itulah yang akhirnya bisa membawa kita menuju suatu tempat yang penuh dengan perasaan mengeluh karena kita tidak bisa mengkondisikan harmoni yang seharusnya sudah kita dapatkan akan tetapi kita malah membiarkannya tumbuh terlalu besar hingga mencapai titik keluhan atau perasaan gemar mengeluh. Jadi peran kita sebagai pengendali atas diri kita itu juga sangat amat penting dan bukan saja berperan dalam membatasi gejolak namun juga sangat berperan dalam hal lainnya juga.
Jadi biarkanlah kertas hidup itu tetap menjadi putih seperti seharusnya.

Dilema Dua Delima

Suatu percakapan kembali terbentuk setelah sempat beberapa saat memutuskan untuk berhenti karena beberapa alasan yang ada. Percakapan ringan sebagai tempat bertemu dengan muka-muka lama yang terasa baru. Ada yang sudah lama tidak bertemu dan ada yang sudah lama memutuskan untuk tidak bertemu karena kesibukan masing-masing. Singkat malam yang menjadi semacam pertemuan yang sengaja diciptakan untuk mencipta tawa dan canda yang berwarna. Betapa sesungguhnya mereka-mereka itu juga kehilangan meski bukan hal besar akan tetapi mereka pernah melewatkan waktu yang tidak sebentar disana, disuatu tempat bernama Delima. Tempat yang ketika waktu itu selalu mencipta suasana baru setiap harinya, ketika riuh ramai dan peluh keringat menandai hari yang cerah serta kekhawatiran yang terjadi di warung Pak Di saat hujan mendadak turun dan mematikannya. Ketika tidak hanya tercipta satu kesenangan disana, ada dua bahkan lebih dari hitungan yang pasti. Ada lebih dari satu pribadi dan individu yang pernah berada di sana, bersama membunuh sore hingga petang. Menjadi sesuatu yang asik meski tidak seperti suatu keluarga tapi setidaknya mereka-mereka pernah ada dan bersama. Kini mereka ingin kembali, meramaikan sepi yang sebelumnya merajai dan juga mengumpulkan tawa agar tercipta bahagia di masing-masing sisi kelam tiap individu. Semoga mereka segera kembali membunuh sore di suatu tempat bernama Delima. 

Kepada mereka : Danny, Jeprok, Samid, Angga, Mas Adek, Wahyu, Namung, Jafa, Wewe, Regy, Reksa, Joshua, Felix, Memet, Ucink, Frisma, Andrew, Pandu, Didi, Icunk, Kelana, Mas Samsul MSS, Mas-mas Ex Delima sing gak tak kenal, Mas-mas Panggung, Mas-mas CL, Mas-mas Velo, Mas-mas Mosk8ow dan bagi siapapun yang pernah, sering dan akan melewatkan waktu sorenya di Delima. 

Minggu, 06 Maret 2011

Orang-orang luar biasa

Sebuah pelajaran tidak selalu hanya bisa kita dapat dari dosen di kampus atau guru di sekolah. Semua manusia yang berpikir bisa memberi kita pelajaran yang kadang berbeda dari yang kita dapatkan di kampus. Kali ini pelajaran itu aku dapat dari seorang tukang pijat ( tanpa bermaksud merendahkan pekerjaan sebagai tukang pijat, hanya saja sedikit tidak pas jika aku menyebutnya “laki-laki yang sangat ahli dalam menjamah tubuh pasiennya” dan jika seperti itu aku menyebutnya sudah jelas maka akan timbul beberapa pengartian yang berbeda ). Alasanku datang kepada dia karena beberapa hari yang lalu ketika sedang melakukan aktivitas autisku alias bermain skate, kaki kiriku salah posisi ketika mendarat di tanah dan akhirnya bengkak dengan hiasan warna kebiruan setelah berbenturan dengan aspal serta berbunyi cklak!!.
Kembali lagi ke pembahasan tukang pijat ……..
Bukan pertama kalinya aku memijatkan kaki di tempat itu, sudah hampir puluhan kali memang karena tingkahku yang tidak bisa diam hingga kadang-kadang aku menciderai diri sendiri entah tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya. Mas Kabul namanya, tapi kalau sedang berhadapan dengannya aku hanya memanggilnya “mas” tidak ada embel-embel Kabul atau semacamnya. Seperti nama ibukota afganistan dan ketika aku berkunjung ke tempatnya akan menjadi lengkap karena ada dua nama yang mempunyai arti mirip dua ibukota di sebuah tempat di timur tengah, Kabul dan tel-Aviv.
Langsung saja masuk ke pelajaran ……
Beliau tidak bisa melihat dunia serta warna warni didalamnya sejak dilahirkan akan tetapi beliau selalu berkata padaku setiap aku berkunjung ke rumahnya bahwa beliau adalah salah satu manusia yang paling beruntung yang pernah dilahirkan. Aku bertanya, kenapa dia bisa merasa seperti itu? Karena aku rasa, tidak adakah ketakutan untung hidup di jagat raya yang luas ini tanpa ada kesempatan untuk mengintip keindahannya. Beliau berkata kepadaku bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak beruntung, sudah dilahirkan dan bisa menghirup nafas untuk pertama kali saja itu sudah menjadi hal pertama yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang sangat sangat sangat beruntung. Kemudian beliau menambahkan bahwa tidak bisa melihat dunia bukan berarti kita tidak bisa hidup dengan baik.
Radio yang sejak dari tadi ia nyalakan terus saja memutarkan lagu-lagu lawas yang biasanya dinyanyikan oleh Nat King Cole. Meramaikan rumah yang tidak terlalu besar itu tapi nampak sangat asri dengan enam penghuni di dalamnya, menjadi tujuh ketika ada aku disana.
Omong-omong soal pijat memijat, sebenarnya sampai sekarang aku masih penasaran seperti apakah itu yang namanya pijat plus plus. Tanpa menggunakan kekotoran pikiranku, aku hanya penasaran kenapa namanya plus plus? Apakah semakin banyak kata plus dibelakangnya akan semakin banyak pula fasilitas yang akan didapatkan? Seandainya saja ada tempat pijat yang bernama “Panti pijat plus plus plus plus plus plus plus plus plus plus dan plus lainnya” pasti aku akan membuat rencana untuk pergi kesana dengan syarat metode plus plus yang diberikan diganti dengan berbagai macam makanan mulai dari nastar hingga nasi padang. Jika ada tempat seperti itu pasti aku akan menjadi mahasiswa yang rajin menabung.
Akhirnya setelah berhasil men cklak!! an kembali kakiku yang sebelumnya bengkak proses pijat memijat pun selesai. Pada malam harinya aku menonton Kick Andy di Metro Tv dan lagi-lagi aku menemukan manusia-manusia luar biasa disana.
Jumat/ 05 Maret 2011

Sebuah keluarga

Orang-orang ribut di luar dan aku baru saja membuka mata tepat berada diatas ranjang.Masih pukul tujuh pagi dan aku harus terbangun gara-gara gaduh yang menembus ruang tidurku. Aku masih terlentang dan sedikit menggerutu dalam hati, mengeluh pada diriku sendiri karena terganggu saat tidur memang benar-benar hal yang menyebalkan. Aku mencoba bangun dengan kemudian meraih kacamataku yang aku letakkan diatas beberapa tumpukan buku yang sengaja aku letakkan dekat dengan tempat tidur agar bisa terjangkau oleh tanganku. Membaca buku memang menjadi kebiasaanku sebelum tidur. Semalaman sudah kacamataku berdiri angkuh tepat diatas wajah sitor situmorang yang menempel di sampul buku-nya sendiri yang berjudul Paris-La nuit, sebuah kumpulan puisi dari sitor situmorang yang menampilkan dua bahasa, Indonesia dan Prancis. Aku segera memakai kacamataku, bergegas untuk beranjak dari tempat tidur karena rasa penasaranku akan kegaduhan diluar tak bisa aku tahan. Di luar, sekumpulan orang yang kebanyakan para ibu-ibu yang sedang berbelanja kebutuhan untuk memasak sedang berkerumun mengitari seorang wanita, belum terlalu tua dan sepertinya bukan orang jawa asli karena terlihat dari logat bahasa dan tekstur wajahnya. Dia sedang menggendong anak kecil, sepertinya bayi dari ibu itu yang sedang menangis tanpa henti, sang ibu pun juga sedang menangis sambil tertunduk lesu, duduk di tepi jalan, di atas trotoar kecil. Rupanya ibu itu baru saja mengalami kecelakaan kecil, jatuh terpeleset dengan menggendong bayi di tangannya. Membuat si bayi yang sebelumnya tertidur menjadi terbangun tiba-tiba karena gravitasi bumi menjatuhkan dia dan ibunya. Beberapa orang sempat memberinya minum, mencoba untuk memisahkan bayinya dari gendongan sang ibu tapi sepertinya si bayi tak ingin sedikitpun beranjak dari pelukan sang ibu. Ibu-ibu tua di sebelahku berdiri, lebih tepatnya tetangga depan rumahku bergumam khas ala ibu-ibu jaman sekarang, dia belum pernah melihat ibu dan bayi tersebut di lingkungan rumahku sebelumnya. Aku pun juga ikut bergumam, bertanya-tanya sendiri, aku memang belum pernah melihat ibu dan anak bayinya sebelum hari ini, mungkin mereka baru saja pindahan, pikirku.
Tak lama kemudian, seorang laki-laki yang juga tak terlalu tua tiba-tiba datang memecah kerumunan, menjawab segala rasa penasaran orang-orang yang mengerumuni ibu dan bayi itu. Laki-laki itu suami dari sang ibu dan ayah dari si bayi. Aku bisa mengetahuinya karena laki-laki itu membawa sebuah tas berisi botol susu bayi dan beberapa popok yang tampak kusut karena terlipat-lipat didalam tas kecil yang sedang dia bawa. Wajah laki-laki itu tampak gusar, jelas dia khawatir atas apa yang telah menimpa istrinya walaupun dia tak tahu pasti kenapa dan ada apa dengan istri dan anaknya. Mungkin hanya karena ada salah satu dari kerumunan tersebut berbicara terlalu berlebihan dan membesar-besarkan kejadian yang menimpa ibu dan bayi tersebut.
Aku baru tahu, sebuah keluarga kecil yang sedang dikerumuni banyak orang ini adalah keluarga yang baru saja pindah dari luar jawa, berdiam di sebuah rumah kontrakan kecil dan laki-laki itu ternyata adalah seorang penjual koran keliling. Pantas saja aku tak pernah berjumpa dengan mereka sebelumnya, mereka baru beberapa minggu tinggal di kontrakan yang terletak di sebuah gang sempit, arah barat dari rumahku. Setelah sang ibu dan bayi bangkit dan berdiri kembali dari duduknya, mereka bertiga langsung melangkah perlahan, mungkin akan kembali pulang ke kontrakannya. Sang ayah membawa tas punggung yang berisi perlengkapan bayi, tangan kanannya menggandeng tangan sang istri sedang tangan kirinya membawa tumpukan koran dagangannya yang tampak masih belum ada satupun yang terjual, sedang istrinya mengelus rambut si bayi.

Senyum bangga yang sebenarnya

Maaf
Mungkin sedikit berbeda hidupmu
Bergaris berbelok
Tak sama dengan sebayamu
Bukan salah ayah
Kebenaran tuhanlah
Meletakkanmu disana
Di tempat yang tak bisa aku jangkau
Tak juga teman yang duduk didepanku
Aku lihat tak pernah kau mengeluh
selalu tersenyum
Membawa serta dua ember berisi air
Kemudian membersihkan mangkok-mangkok kotor
Ayahmu pasti sangat bangga kepadamu
Andai suatu saat aku seperti itu


- Tanpa mengurangi rasa hormatku kepada seorang anak dan bapak penjual soto di kampusku.Untuk seorang anak laki-laki yang selalu giat membantu orang tuanya.


Ruang kosong

Mari berbicara tentang mengenal diri kita sendiri
Apa yang sudah kita lakukan sampai saat ini? Ketika kita mungkin sudah berumur 17, 18, 19, 20 atau bahkan sudah hampir mencapai kepala tiga. Apakah segala sesuatu yang telah kita lakukan itu adalah suatu perbuatan dimana kita telah mencapai sebuah keselarasan hidup antara emosi dan hati, dengan sesuatu didalam tubuh kita yang benar-benar masih murni bahkan jika nanti kita sudah menjadi tua. Aku percaya bahwa ketika tuhan menciptakan kita, dia selalu menyediakan sebuah ruang kosong tapi tak pernah terisi oleh apapun didalam tubuh kita. Ruang kosong yang kadang menjadi tempat bagi kita untuk berkaca seperti apa diri kita sendiri, yang bagi sebagian orang masih terasa sulit untuk benar-benar mengenalnya walaupun sudah lebih dari dua dasawarsa menjalani hidup bersama. Ruang kosong yang tidak akan pernah terisi oleh apapun entah itu kesedihan, kebahagiaan, penyesalan dan ketakutan.
Relasi apa yang bisa kita dapat antara ruang kosong dan apa yang sudah kita lakukan ?
Segala sesuatu yang kita lakukan entah hal kecil atau hal besar pasti membutuhkan beberapa pertimbangan, akan muncul suatu perdebatan sebelum kita melangkah karena itu merupakan sisi manusiawi manusia. Manusia itu berpikir dan berperasaan jadi segala sesuatu pasti ingin dilakukan tanpa harus menemui sebuah kesalahan dan berakhir dengan kebenaran mutlak. Sebenarnya, perdebatan yang selalu kita alami dengan diri kita yang lain terjadi di ruang kosong yang telah aku sebutkan tadi. Tempat dimana tidak ada keberpihakan dan benar benar tempat yang netral hingga kita bisa menemui diri kita yang positif dengan diri kita yang negatif disana. Sampai nanti menghasilkan sebuah keputusan yang lurus tanpa terbelokkan. Dan juga di ruang kosong itulah kita bisa mengetahui seperti apakah diri kita sendiri. Ruang kosong itu adalah tempat yang netral yang ketika sisi positif dan negatif bertemu disana, akan muncul lagi sisi ketiga kita yaitu sisi netral kita yang bisa melihat bagaimanakah sebenarnya diri kita sendiri yang diwakili oleh si positif dan negatif. Berhadapan dengan situasi seperti inilah lama kelamaan kita akhirnya bisa berhasil mengenal diri kita sendiri.
Maka seperti itulah pandanganku tentang sebagian dari diri manusia yang kadang terlalu remeh untuk diperhatikan atau juga terlalu rumit untuk dirumuskan. Menurutku tidak ada satupun individu diluar diri kita yang bisa menemukan jatidiri manusiawi kita selain diri kita sendiri, orang lain hanya bisa membantu kita dengan mengarahkan dan menunjukkan jalan dan segala keputusan masih mutlak milik kita sendiri sebagai manusia yang merdeka.
Minggu, 06 Maret 2011