Minggu, 25 Juli 2010

Kereta mu atau kereta ku

 Kami memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu liburan ini dengan pergi ke kota pahlawan.Kereta api menjadi pilihan utama kami karena tarif nya yang murah walaupun mesti berdesakan dan berpanasan tapi aku kagum dengan wanita yang memutuskan pergi berdua bersamaku karena dia sama sekali tak pernah mengeluhkan tentang keadaan kereta api ekonomi jurusan MLG-SBY ini.Setelah menunggu selama hampir 30 menit d peron stasiun kota baru MLG akhirnya kereta yang dinanti pun menampakkan hidungnya dari arah utara dan seperti biasa,orang-orang langsung berancang-ancang untuk berlomba menaiki satu persatu gerbong kereta tua itu untuk menghindari kaki pegal dan kebosanan berdiri karena jika tidak segera menemukan tempat duduk di dalam kereta maka kita akan melewatkan perjalanan MLG-SBY dengan berdiri dan itu akan menjadi perjalanan yang sangat melelahkan.

 Dan akhirnya kami berdua menduduki kursi dengan nomor urut 10D dan 10E yang tertempel di samping jendela berukuran kurang lebih 1x2 meter itu.Duduk di samping jendela memang sudah menjadi keharusan jika aku melakukan perjalanan menggunakan kereta api dan segala jenis alat transportasi lainnya.Alasannya simple,hanya karena aku suka melihat pohon-pohon di sepanjang perjalanan dan juga barisan-barisan kebun bunga di daerah yang bernama sengon seolah-olah berlari menjauhi gerbong yang aku naiki.Tapi kenapa matahari dan awan tak melakukan hal yang sama dengan pohon dan bunga-bunga itu??Mereka tetap diam tanpa pergerakan seperti sedang menyaksikan aku yang berada di dalam gerbong ketiga dari seluruhnya 6 rangkaian gerbong kereta api penataran itu.

 Di dalam kereta itu ada sangat banyak sekali objek yang bisa dibahas dan dikomentari oleh siapa saja,tapi aku tak ingin melakukan hal itu dengan wanita yang ada disampingku karena kami sama-sama telah memakai earphone,membiarkan kami terbawa oleh lagu yang tengah kami putar dan membuat kami terlihat menjadi sangat tidak peduli dengan sekitar.Aku terlihat menjadi tidak terlalu peduli pada seorang laki-laki yang menurutku sudah berumur 26 tahun,duduk tepat di kursi nomer 11D dan dia sepertinya telah membeli tiket kereta dengan tujuan BLITAR-SBY.Wajahnya terlihat sangat lelah dan hampir separuh perjalanan dia lewatkan dengan tidur seadanya bersandar kursi kereta yang sangat amat tak nyaman untuk bersandar bahkan untuk tidur.Akan tetapi laki-laki ini terlihat sangat menikmati perjalanan keduanya tapi aku yakin dia tidak akan bisa bermimpi apa-apa disana.Aku berani bertaruh untuk hal itu.

 Sedang wanita yang duduk disebelahku juga tampak tak peduli pada seorang bapak tua yang duduk tepat di depannya.Tentu saja karena orang itu juga sedang menggunakan earphone dan terlihat sangat sibuk menelepon rekannya yang mungkin berada di kota pahlawan yang sedang menunggunya untuk melakukan bisnis atau mungkin juga seorang wanita muda yang memutuskan untuk tidak mempunyai seorang momongan yang ia nikahi beberapa tahun lalu.Dan mereka berdua berencana melepas rindu dengan berbelanja di sebuah plasa terkemuka d surabaya atau mungkin melewatkan malam bersama di sebuah hotel bersejarah.Semua bisa saja terjadi tapi hanya sampai situ saja perkiraan yang aku buat tentang bapak itu karena semakin aku mengira akan semakin liar imajinasi ini.Jadi kuputuskan untuk kembali memutar lagu yang aku dapat dari saran wanita cantik yang duduk disebelahku saat ini.Sebuah lagu dari Camera Obscura yang memang sangat easy listening dengan lirik yang sangat unik pula tentunya.

 Setelah berperjalanan hampir satu jam tiga puluh menit kami mendapat hiburan yang lain,karena kami cukup bosan memutar lagu yang biasa kami dengar.Dan kali ini lagu yang akan di bawakan oleh sekelompok pemuda yang berseragam sama bertuliskan musisi kereta api (sengaja saya haluskan pemilihan katanya) yaitu sebuah lagu dari Hijau daun berjudul Selalu Begitu.Sebuah lagu yang sedikit banyak bisa menghibur kami,laki-laki yang tertidur di depanku,bapak tua yang masih sibuk menelepon dan juga seluruh penumpang yang berada satu gerbong dengan kami.Setidaknya dengan kehadiran para musisi kereta api ini bisa membawa sedikit perubahan karena laki-laki yang tertidur tepat didepanku bisa kembali bangun dan kemudian berubah halauan dengan memandangi pemandangan lewat jendela dan bapak tua yang sibuk menelepon itu sudah mengamankan telepon genggam nya ke dalam tas yang ia bawa dan sekarang ia terlihat sibuk beristirahat dengan bersandar dan mencoba menikmati kenyamanan kursi yang tengah ia duduki.Aku dan wanita itu pun juga kembali segar tanpa peduli akan rasa gerah karena ternyata tanpa tersadar kereta sudah memasuki wilayah perbedaan suhu antara panas,gerah,dingin,dan sejuk.

 Ketika kereta berhenti di sebuah stasiun yang didekatnya juga berdiri kokoh pintu air jagir ini,wanita di sebelahku mengatakan padaku bahwa suatu saat dia ingin melewatkan waktu bersama salah seorang temannya untuk melakukan suatu kebiasaan wajib bagi wanita yaitu berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan yang berada tepat di seberang jalan stasiun.
Lima belas menit berlalu ketika kereta ternyata sudah mencapai tujuan akhir kami siang ini,kami telah sampai di sebuah stasiun yang berwajah dua.Satu wajah menghadap barat dan satu wajah yang lain yang mungkin lebih sedikit beruntung menghadap timur tapi bagiku tidak ada bedanya juga mana yang baru atau lama karena semua kereta juga akan berhenti di tempat yang sama tanpa memilih mana yang baru atau lama.

 Kami berdua meninggalkan kereta dengan segera,bersiap berpanasan dan bergerahan di kota yang kami sebut SURABAYA.



24 Juillet 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar