Aku dan wanitaku sudah berhasil menemukan bemo yang kami cari-cari tapi kali ini aku tak bisa menduduki bangku idamanku karena kedua bangku yang sama-sama dekat dengan jendela yang terbuka lebar itu sudah dikuasai oleh orang lain.Tapi tak apa lah pikirku,yang lebih penting aku mampu menjaga wanitaku dengan sangat baik tanpa membiarkan segala bahaya mendekatinya sampai saat ini.Maklumlah di kota besar banyak sekali jenis kejahatan yang semakin hari semakin menggila dan tak terkontrol,bukan hanya di kota pahlawan ini saja namun juga di berbagai kota besar lainnya.Semua orang rela mengorbankan apa saja demi mendapat uang dan menghidupi keluarga mereka yang kebanyakan menghuni rumah kontrakan yang berukuran tidak terlalu luas dan biasanya pada tanggal-tanggal tua seperti ini mereka sedang kelabakan karena harus membayar uang kontrakan yang akan ditagih oleh pemiliknya yang biasanya seorang ibu-ibu tua,sedikit pelupa dan langsung mengomel jika orang yang menyewa aset masa depannya itu hanya memberi janji-janji bukannya beberapa lembar rupiah yang sebenarnya susah sekali untuk mendapatkannya tapi mudah sekali menghabiskannya.Seperti itulah potret jaman sekarang ini,semua orang mau tak mau harus merelakan segala yang dia miliki untuk bertahan hidup.
Aku pun sebenarnya juga rela mengorbankan apa saja demi mendapatkan moment yang berharga seperti hari ini dan ketika aku berada di dalam mobil bercat putih yang sedang menuju arah sebuah tempat yang sangat tidak asing bagi warga Surabaya yang masih mengingat betapa mengerikan pertumpahan darah yang terjadi disana.Aku duduk hampir berhadapan dengan wanita yang terus mengumbar senyum kepadaku itu,ya karena memang hanya aku yang dia kenal dan begitu juga sebaliknya,hanya dia yang aku kenal di dalam bemo.Aku sedikit merasa iri hati kepada seorang anak yang sudah terlebih dahulu menghuni salah satu tempat favoritku sebelum aku dan wanitaku menaiki bemo.Dia terlihat seperti bocah keturunan arab dan aku lihat di dalam tas punggung nya terdapat sebuah raket yang tentu saja aku yakin akan dia gunakan untuk bermain badminton.Aku perhatikan dia tidak terlalu menikmati posisi yang ia dapatkan di dalam bemo itu dan aku rasa dia tidak mengerti akan seni dan keindahan duduk dekat jendela yang terbuka lebar di dalam bemo.Jelas lah jika kita bisa mendapatkan posisi sepertinya kita akan bisa leluasa memandang ke jalan,mengamati gedung-gedung yang tinggi,bangunan-bangunan tua,dan juga berbagai raut muka dan ekspresi dari para pengendara motor yang melaju dibelakang bemo yang kami tumpangi.Sungguh tempat yang benar-benar istimewa bukan??
Akan tetapi rasa iri hati ku kepada bocah beruntung itu perlahan sirna karena aku sangat yakin karena seisi bemo juga merasa sangat iri kepadaku karena aku sedang melakukan perjalanan berdua saja dengan wanitaku seperti orang yang sedang berpacaran dan sedang mengisi waktu liburnya pergi ke luar kota untuk mendapatkan suasana berpacaran yang belum pernah mereka alami sebelumnya.Bahkan bisa saja seluruh pengunjung plasa Surabaya yang sempat kami lewati juga akan sangat merasa iri jika mereka tahu bahwa aku dan wanitaku melakukan perjalanan yang sangat menyenangkan dan tiada duanya.Sebenarnya akulah yang mesti diberi label “orang yang beruntung” karena mungkin hanya aku yang bisa mengajak wanitaku untuk melakukan perjalanan tak terduga seperti ini sepanjang tujuh belas tahun hidupnya.Semoga saja aku benar akan hal itu dan akan mengalami perjalanan seperti ini di lain hari tapi tentu saja dengan orang yang sama.Kami melewati banyak objek-objek yang ternyata menjadi hal yang baru bagi wanitaku yang memang belum pernah bepergian ke Surabaya secara nekat seperti yang tengah kami lakukan.Wanitaku pun juga mengingatkan aku akan kebenaran tujuan kami dan aku pun juga memberanikan diri untuk bertanya kepada hampir seluruh penumpang lain yang sama-sama menumpangi bemo.Pertanyaan pertama aku lemparkan pada seorang wanita yang terlihat tidak seperti orang asli Surabaya karena aku hafal betul logat yang dia gunakan dan menurutku dia berasal dari timur.Tentu saja dia tidak bisa memberi jawaban yang sangat aku butuhkan karena aku lihat wanitaku terlihat sedikit cemas jika nantinya kami akan tersesat di kota orang.Pertanyaan kedua aku tujukan kepada seorang ibu berkerudung pink yang baru saja menutup teleponnya yang sepertinya berasal dari anaknya yang sudah menunggu kepulangan sang ibu dari tempat bekerja.Dan lagi-lagi ibu itu tak bisa memberikan sebuah kepastian kepada kami apakah benar bemo ini menuju tempat yang kami tuju.Aku dan wanitaku saling memandang dan kemudian mengeluarkan senyum kegetiran kami berdua dan kami bertanya-tanya apakah sebegitu rumit jalur bemo di sana atau mungkin memang kami berdua lah yang terlalu cupu untuk mengelilingi kota Surabaya dengan menggunakan bemo.Entahlah tapi yang jelas kami hanya bisa berharap semoga bemo yang kami naiki dapat membawa kami ke tempat yang memang sudah aku janjikan kepada wanitaku ketika kami sedang asik berdiskusi di dalam kereta api penataran ketika kami berangkat dari malang.
Akhirnya jawaban pun aku dapatkan ketika aku melihat sebuah jalan yang penuh dengan gambar-gambar graffiti di seluruh permukaan temboknya yang kokoh.Aku sangat yakin bahwa bemo ini benar dan tidak akan menyesatkan kami di kota Surabaya yang benar-benar asing bagi kami berdua.Bemo pun berhenti tepat di sebuah pertigaan yang sangat ramai dengan berbagai kumpulan orang,mulai dari puluhan tukang becak yang sedang beristirahat,sedang sibuk mengisi lembar teka teki silang ataupun orang-orang yang sangat rapi pakaiannya yang baru keluar dari sebuah kantor yang berada tepat di pojok kiri kami dan menempati sebuah bangunan yang cukup besar bekas peninggalan belanda.Di tempat dimana kami berdiri memang bisa langsung terlihat bahwa di tempat itu terdapat berbagai sejarah tentang bangsa Indonesia dan tentu saja sejarah kota Surabaya.Sekarang hanya tinggal aku dan wanitaku terjebak di salah satu sudut kota Surabaya utara yang memang hanya berjarak kurang lebih empat kilometer dari pelabuhan tanjung perak.Kami saling berpandangan dan aku lihat senyumnya berusaha menutupi bahwa dia amat lelah,tapi dia berusaha tetap kuat untuk melanjutkan rute kami selanjutnya dengan berjalan kaki yang sebenarnya aku pun tak tahu berapa kilometer lagi kami harus berjalan.Bahkan dia sama sekali tak mengeluh tentang betapa panas siang itu dan betapa jauh jalan yang mesti kami lewati.Aku hanya bisa melihat dia adalah wanita yang kuat seperti halnya tembok yang berdiri kokoh di sepanjang jalan yang tengah kami lalui itu.
i like this one :)
BalasHapusi do love this one too!
BalasHapusgood job! :D
nulis terus,yah viiv!haha